Friday 12 October 2012

Menelusuri Percetakan Al-Qur'an

Share on :



Pertama di Palembang Tahun 1848


Dibuat Demang Jaya Laksana, Gunakan Mesin Batu Dari Singapura
Kitab suci umat muslim, Al-Qur'an ternyata telah dicetak menggunakan mesin sejak 164 tahun lalu di Palembang. Tepatnya tahun 1848, dimotori Demang Jaya Laksana. Satu dari 105 Al-Qur'an yang sempat dicetak pada masa Kolonial Belanda tersebut hingga kini masih disimpan keturunannya, Baba Azim Amin MHum, dosen IAIN Raden Fatah. Lainnya, diyakini telah menyebar di negara-negara Melayu.

Sebelum mengenal mesin cetak, Al-Qur'an selama ini di produksi secara manual.Para khot atau ahli tulis kaligrafi menulis Al-Qur'an menggunakan tangan. Cara seperti ini diyakini membutuhkan waktu cukup lama.

Kelemahan mushaf (Al-Qur'an dengan tulisan tangan, red) lama kelamaan tentu saja tulisannya terus memudar. Sedikit saja terkena air atau berada di tempat lembab, tinta digunakan akan memudar. Ini juga terlihat dari enam mushaf milik Kms Andi Syarifudin, Imam Masjid Agung.

Ketika memperlihatkan mushaf miliknya, didapat secara turun menurun dari leluhurnya, lembaran-lembaran Al-Qur'an terlihat jelas telah memudar. Padahal, dilihat dari ornamennya cukup indah. Ornamennya menggunakan hiasan kembang berwarna emas, sering kita lihat pada hiasan furniture khas Palembang.

Secara umum, umur mushaf disimpan Andi berusia lebih dari 150 tahun. Tertua, bahkan mencapai 250 tahun dengan lempengan emas 18 karat. “Zaman dulu, Al-Qur'an merupakan barang yang sangat berharga. Karena itu, orang dulu memberikan lempengan emas di cover bagian depan serta belakang,” jelasnya.

Pada perkembangannya, jebolan Tarbiyah Pendidikan Agama Islam (PAI) IAIN Raden Fatah angkatan 1990 ini mengatakan, Al-Qur'an kemudian dicetak secara masal. Di Palembang, pencetakan Al-quran pertama kali dilakukan di lorong Jaya Laksana tahun 1848 lalu. Jumlah cetakan Al-Qur'an pertama kali sebanyak 105 buah. “Yang masih menyimpan Al-Qur'an cetakan pertama itu Pak Azim,” tandas Andi.

Cetakan Pertama di Nusantara, Jaga Jati Diri Zaman Kolonial
Baba Azim Amin MHum, dosen IAIN Raden Fatah dimaksud Andi membenarkan cerita tersebut. Ditemui Sumeks Minggu di kediamannya semalam (15/9) di kawasan Lorong Jambangan Darat, Rt 13, Kelurahan 3-4 Ulu, Kecamatan SU I, Azim mengatakan, dari keterangan dalam Al-Qur'an cetakan pertama yang masih dipegangnya terdapat keterangan jelas. Bahkan, tanggal dibuatnya Al-Qur'an tersebut ditulis dalam lima kalender berbeda. Karena tulisan Al-Qur'an cetakan ini masih sangat jelas, samasekali tidak memudar.

Diterangkan Azim, jika pembuatan Al-Qur'an tersebut merupakan ide dari leluhurnya, Demang Jaya Laksono yang aslinya bernama Baba M Najib bin Demang Wiro Laksono. Lahir tahun 1808, Demang Jaya Laksono sejak berumur 11 tahun telah menjadi anak yatim. Ayahnya Wiro Laksono, ditembak mati penjajah. Pasalnya, Wiro Laksono merupakan seorang petinggi setingkat Menteri dibawah komando Sultan Mahmud Badaruddin (SMB II).

Setelah itu, Jaya Laksono muda dibawa pamannya ke kawasan Tanjung Lubuk, Kabupaten OKI. Saat ia dewasa, ia belajar di Batavia, belajar ilmu pemerintahan serta ilmu agama. Saat usia masih cukup muda, ia kembali ke OKI dan diangkat Demang Jaya oleh Menteri Prabu Anom. Itulah mengapa ia lebih terkenal dengan nama Demang Jaya Laksana.

Tahun 1836, oleh Belanda ia diangkat menjadi Kepala Divisi. Ia kemudian pindah ke Palembang dan membangun rumah limas besar yang kini masih ada di kawasan 3 Ulu, tepatnya di lorong Jaya Laksana. Rumah itupun hingga kini masih berdiri tegak.

Sekitar tahun 1838, ia berkenalan dengan Syeikh M Azhari yang baru saja menimba ilmu di Mekah. Satu orang adiknya, bernama Nona Zaleha kemudian dinikahkannya dengan Syeikh M Azhari. Dari perkenalan inilah, Demang Jaya Laksana memiliki ide untuk mencetak Al-Qur'an secara massal.

“Tujuannya untuk menjaga jati diri bangsa melayu yang mayoritas Islam dari bangsa penjajah,” ungkap Azim Amin.

Syeikh M Azhari sendiri merupakan penulis khot (kaligrafi, red) untuk dicetak. Sedangkan mesin serta tenaga pencetaknya, diyakini Azim didatangkan dari Singapura. Alasannya, pencetak Al-Qur'an bernama Ibrahim Sohib seperti tertera dalam keterangan dalam cetakan Al-Qur'an merupakan murid dari Abdullah bin Abdul Munsyi asal Singapura.

“105 Al-Qur'an itu dicetak di rumah Demang Jaya Laksana di Lorong Jaya Laksana Palembang ini. Tapi mesinnya sekarang tidak ada lagi. Saya yakini, mesin itu dibawa dari Singapura. Atau mungkin disewa. Setelah selesai mencetak Al-Qur'an, mesin dikembalikan,” jelasnya.

Kebanyakan Al-Qur'an yang ada, menurut Azim telah disebar di negara-negara Melayu. Seperti Malaysia, Singapura, Filiphina dan lainnya. Satu tersisa miliknya, didapatnya secara turun menurun. Pasalnya, Azim merupakan keturunan kelima dari Demang Jaya Laksana.

Yang mengejutkan, Azim menyatakan jika cetakan Al-Qur'an pertama di Palembang merupakan cetakan Al-Qur'an pertama di nusantara. Itu diyakininya setelah sempat bertemu dan berdiskusi bersama beberapa kalangan sejarawan dari berbagai pelosok Indonesia.

“Harusnya, Al-Qur'an ini mendapat perhatian dari Kementrian Agama,” tandasnya. (wwn)

Written by: Samuji Selasa, 18 September 2012 12:12 WIB | Sumeks Minggu

0 comments:

Post a Comment

Terima Kasih Kunjungannya Saudara-saudaraku